Minggu, 07 Februari 2016

Dia Bintang

Dia pria yang aneh. Lucu. Kadang menyebalkan.

Bukan kadang, sih. Justru sangat-sangat menyebalkan. Sok cuek sekali.

Pemalas. Benar-benar pemalas. Tapi aku sangat tahu, begitu ada sesuatu yang menarik hatinya, atau ada sesuatu yang membuatnya merasa terpacu, dia benar-benar melakukannya dengan sepenuh hati. Dia cukup ambisius di mataku. Bahkan dia sendiri pun mungkin tidak sadar dengan hal itu.

Apalagi, ya?

Begitu banyak hal yang tidak bisa kujabarkan satu persatu tentangnya. Terlalu banyak hal yang ingin aku ceritakan, namun berujung kupendam sendiri. Dia adalah seseorang yang selalu ingin kudengar kisahnya, orang yang selalu ingin kutatap matanya dalam-dalam, orang yang selalu ingin aku ajak kemanapun tempat yang menyenangkan, berbagi apapun dengannya. Meskipun itu hal yang menyedihkan, semuanya tidak akan terasa seperti apa yang seharusnya. Begitu pun dengan rasa bahagia. Dia mengajarkanku bagaimana caranya berbahagia dengan sederhana. Dia juga terus mengingatkanku bahwa rasa sedih itu akan ada dan membuatku percaya bahwa kita akan tetap baik-baik saja karenanya.

Dan terus saja, semua yang ia ajarkan, semua kesederhanaan yang ada padanya berhasil membuatku jatuh cinta setiap harinya. Dalam diam pun rasa itu terus saja berbunga. Kalaupun suatu saat bunga itu layu, sosoknya tahu bagaimana cara ia menanam bibit itu kembali. Dia selalu berhasil. Meskipun hanya dengan mendengar kabar tentangnya, atau mendengar suaranya, atau bahkan secara tidak sengaja bertemu dengannya dalam mimpi, aku akan terus jatuh cinta padanya. Berulang-ulang.

Dia adalah bintang. Benda langit yang memancarkan cahayanya sendiri, seperti matahari. Senyumnya manis, apalagi tawa lebarnya. Sebab dengan seperti itu, ia akan tampak lebih seperti bintang atau matahari, membuat siapapun yang melihatnya merasa hangat. Tak terkecuali aku. Sampai kapanpun, senyuman itu akan menjadi favoritku. Aku ingin melihatnya sekali lagi, dan terus, lagi, hingga akhirnya aku yang akan menjadi salah satu alasannya tersenyum. Dengan begitu, aku pun menjadi tahu, bahwa aku adalah bulan untuknya. Menjadi benda langit yang hanya bisa memancarkan cahaya miliknya. Membuatnya ikut sadar, jika ia bersinar, maka aku pun begitu.

Belum cukup puas bercerita tentangnya. Aku tidak tahu bagaimana caraku mengatakan bahwa dirinya begitu berarti buatku, atau sebesar apa aku mencintainya, sebesar apa ketakutanku dan ke-tidaksiapanku untuk kehilangan sosoknya, semuanya begitu sulit untuk dituangkan dalam sebuah kalimat. Semua tentangnya adalah buku yang selalu ingin kubaca. Aku mencintainya sebagai dirinya, yang tidak akan terlihat berubah sampai kapanpun, seperti perasaanku padanya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar